KLIKPRIANGAN – Banyak di antara penamaan daerah memiliki makna dan memiliki sejarah yang menarik. Para ahli kemudian mengembangkan ilmu untuk mempelajari asal-usul nama daerah tersebut yang dikenal dengan toponimi.
Mengetahui asal-usul nama daerah penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang sejarah dan proses terbentuknya sebuah daerah. Sehingga masyarakat merasa memiliki daerahnya dan bangga terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Lebih jauh lagi, memunculkan motivasi untuk peduli dan mau mengembangkan daerahnya.
Sedangkan bagi orang luar, pemahaman terhadap nama daerah penting bukan saja dari sisi keilmuan, tetapi juga untuk mengetahui perkembangan sebuah daerah dari awal pendiriannya hingga saat ini.
Nah, di antara penamaan daerah tersebut, jangan kaget jika ada di antaranya yang memiliki nama unik dan aneh. Bahkan, ada nama-nama daerah yang memiliki makna jorok atau porno.
Di Jawa Barat dengan kultur budaya Sunda, khususnya di wilayah Priangan Timur, ada sejumlah nama daerah yang memiliki makna jorok tersebut. Orang Sunda menyebutnya penamaan daerah tersebut dengan “cawokah”atau vulgar.
Berikut 5 nama daerah di Priangan Timur yang diketahui memiliki bermakna jorok tersebut.
1. Pasir Heunceut
Nama daerah ini tentu saja sangat vulgar, karena arti “heunceut” dalam bahasa Indonesia adalah kelamin wanita. Saat ini Pasir Heunceut berada di Dusun Peundeuy Desa Margaharja Kecamatan Sukadana, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Pasir Heunceut sendiri merupakan kawasan perbukitan (pasir, Sunda) yang dikenal memiliki panorama alam cukup indah. Warga setempat sudah terbiasa dan tanpa risih lagi baik saat mengucapkan atau mendengar nama daerah tersebut. Pasalnya, tempat itu sudah dikenal warga sejak zaman Belanda.
Terkait asal-usul bukit tersebut dinamai Pasir Heunceut, Ketua RW Dusun Peundeuy, Tarlim, menuturkan, pada tahun 1948 silam, Pasir Heunceut merupakan area perkebunan karet yang memiliki luas sekira 250 hektare. Kebun tersebut disebutkan telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.
Menurut keterangan, ihwal nama Pasir Heunceut itu mulai terkenal ketika ada pendatang atau pegawai perempuan yang sering datang ke tempat tersebut untuk bekerja.
Perempuan itu diketahui memiliki paras cantik, sehingga memikat mandor kebun karet yang merupakan orang Belanda.
“Setahu saya begitu, sering ada mandor yang membawa pegawai perempuan ke pasir tersebut. Mungkin karena anggapan warga perilaku mandor dan pegawai wanita tersebut berbuat cabul, maka muncul ungkapan menyebut daerah tersebut Pasir Heunceut,” ujarnya.
Kini rencananya kawasan Pasir Heunceut akan dijadikan kawasan agrowisata oleh Pemerintah Desa Margaharja dan masyarakat setempat. Mengingat lokasinya memiliki pemandangan alam indah yang dihiasi rimbunnya dedaunan.
2.Tepung Kanjut
Di Kota Banjar, tepatnya di Dusun Tembungkerta Desa Sukamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar, ada daerah yang namanya Tepung Kanjut. Bagi orang Banjar, nama kampung tersebut sudah tidak asing lagi. Namun bagi orang luar yang mendengar nama tersebut tentu saja akan risih, karena Tepung Kanjut secara harfiah berarti bertemunya (tepung) alat kelamin pria (kanjut).
Dari literatur, asal usul penamaan tersebut sangat panjang terkait dengan ceritera rakyat atau sejarah Kabupaten Ciamis dan Banjar.
Konon, berdasarkan cerita, dulu saat zaman kerajaan, ada seorang pemuda tampan dari Mataram bernama Adananya, berkelana ke sebuah kampung yang bernama Pataruman dan di kampung itu pemuda tersebut kepincut seorang gadis cantik. Kemudian, Adananya pun melamar gadis itu ke ibunya, tetapi ibunya tidak merestui karena tahu bahwa Adananya adalah raja dari Mataram. Sehingga, ibu gadis itu merasa malu lantaran berasal dari kalangan rakyat biasa.
Karena tidak mendapat restu dari sang ibu, akhirnya gadis cantik tersebut melarikan diri dari rumahnya ke arah Barat, dan Adananya pun mengejarnya.
Saat pelarian dan pengejaran terhadap gadis tersebut, ada tokoh laki-laki lain yaitu seorang pemuda tampan
yang hendak menolong gadis tersebut, dan pemuda tampan itu pun mencegat Adananya di sebuah bukit, yang kemudian bukit itu dinamai Tepung Kanjut.
Kini daerah Tepung Kanjut dilewati ruas jalan nasional yang menghubungkan Ciamis menuju Pangandaran. Ruas jalan tersebut rawan kecelakaan karena menanjak dan berkelok, sehingga tanjakan Tepung Kanjut menjadi momok menakutkan bagi para pengendara terutama kendaraan berat.
3. Sarkanjut
Sebuah objek wisata berupa situ atau danau di Desa Dungusiku Kecamatan Leuwigoong Kabupaten Garut memiliki nama nyeleneh, yaitu Situ Sarkanjut.
Nama Sarkanjut tentu saja “cawokah” karena “kanjut” berarti penis atau kelamin pria. Ada dua versi mengenai asal usul penamaan Sarkanjut di Garut. Pertama, Sarkanjut berasal dari “Sasar” atau urut, dan “Kanjut” berarti penis. Jika digabungkan berarti mengurut penis. Nama tersebut muncul silam sebagai sebuah kekuatan magis dari tindakan mengurut penis.
Menurut ceritera rakyat, konon jaman dulu, salah satu tokoh warga yang tengah menghadapi hebatnya pertempuran dengan penjajah Belanda, mendapatkan bisikan gaib untuk memegang kemaluan hingga tiga kali agar selamat dari tindakan penjajah, termasuk seluruh warga kampung.
“Sasar atau urut kanjut (memegang dan mengurut penis), dan benar yang melakukan satu orang, seluruh kampung ini selamat tanpa ada yang tertangkap bahkan terbunuh penjajah,” ujar seorang tokoh setempat.
Pada perkembangannya kemudian, mengurut penis 3 kali menjadi tindakan magis warga dalam banyak aktifitas penting seperti sebelum memanjat pohon tinggi, bepergian jauh, naik gunung, akan hajatan dan sebagainya. Dengan mengurut penis 3 kali diyakini warga memberikan keselamatan dan kelancaran hajatnya.
Nah, versi kedua asal usul Sarkanjut, menerangkan bahwa Sarkanjut diartikan tempat atau alat untuk menyimpan barang pusaka.
“Menurut cerita yang dituturkan dari mulut ke mulut, Sarkanjut artinya semua benda-benda pusaka milik leluhur di Kanjutan di sini,” cerita Kepala Desa Dungusiku Karno didampingi Kasi Kesra Suryana.
Cerita Situ Sarkanjut bermula saat Mbah Sura, leluhur Kampung Sarkanjut yang memiliki kesaktian membuat tambak seorang diri sehingga tercipta sebuah situ atau danau.
“Sejarah terciptanya Situ Sarkanjut ketika Mbah Sura yang memiliki kesaktian membuat tambakan sehingga tercipta danau seluas 2,5 Ha dan makam Mbah Sura sendiri ada di pinggir Situ Sarkanjut,” terangnya.
Tidak heran jika banyak orang yang datang ke makam Mbah Sura karena mendengar cerita kesaktiannya dan legenda bahwa di Situ Sarkanjut semua benda pusaka leluhur itu di kanjutan.
4. Kontol Bangkong
Di Kota Tasikmalaya, ada nama daerah bernama Kontol Bangkong.Daerah ini terletak di Kampung Lengo Kelurahan Bantarsari Kecamatan Bungursari Kota Tasikmalaya. Belum terungkap secara detail mengenai bagaimana asal usul warga setempat memberi nama daerah tersebut dengan sebutan “Kontol Bangkong”.
5. Kiara Baok
Nama daerah Kiara Baok berada di Desa Karangsari Kecamatan Leuwigoong, Kabupaten Garut. Nama “Baok”sendiri dalam bahasa Sunda termasuk cawokah atau vulgar. Karena kata “Baok” berarti bulu kemaluan atau jembut.
Penamaan daerah ini terkait dengan kisah sejarah yang panjang yang kemudian menjadi ceritera rakyat mengenai asal usul bermukimnya warga Karangsari.
Disebutkan dalam ceritera rakyat tersebut, dua tokoh wanita dan pria yang sama-sama saling mencinta, menjalani pelariannya karena dikejar oleh pihak istana. Pasalnya, wanita tersebut sudah dipinang oleh seorang raja, namun wanita tersebut malah mencintai pria lain dari kerajaan tetangga.
Wanita tersebut kemudian melarikan diri dari istana bersama pria pujaannya. Dalam pelariannya hingga jauh, sampailah keduanya di sebuah pemukiman baru yang dihuni oleh warga Kerajaan Pajajaran yang baru membuka hunian di sana. Keduanya disambut warga dan dipersilahkan untuk mendirikan rumah dengan memilih lokasi yang mereka inginkan.
Keduanya kemudian menemukan sebuah pohon Kiara yang banyak akar gantungnya sehingga pohon tersebut seperti berjembut (baok, Sunda). Jadilah kampung tersebut menjadi Kiara Baok.
Demikian 5 daerah di Priangan Timur yang secara harfiah bermakna cabul dan jorok. Namun dengan mengetahui asal usulnya, agar pembaca menjadi maklum dan paham dan tidak memandang sinis daerah tersebut. Jika perlu, disenyumin aja, lah! (Ki Ridwana)***