banner 728x90

Ulama Didorong Maju di Pilkada, Syarif malah Ungkap Mancing di Sungai Kering

banner 120x600
banner 468x60

KLIK PRIANGAN – Wacana atau desakan dari sejumlah kalangan yang meminta partai politik agar mengakomodasi figur ulama dalam kontestasi Pilkada 2024 di Kota Tasikmalaya mengundang banyak reaksi.

Walikota Tasikmalaya periode 2007-2012 H.Syarif Hidayat menyebut bahwa berbicara politik tidak cukup hanya dari dimensi emosional spekulatif, tetapi mesti juga dilihat dari aspek rasional kalkulator ..

Jadi yang pertama kata Syarif, calon itu harus punya modal politik yakni partai dengan keterwakilan di DPRD minimal sembilan kursi. Artinya sehebat apapun tokoh itu, tetap tak akan bisa maju jika tak ada partai atau gabungan partai yang punya kursi cukup serta mau mengusungnya.

“Mencalonkan diri di ajang Pilkada bila tak punya partai seperti memancing di sungai yang kering,” kata Syarif. Jadi, partai pun tidak akan begitu saja memberikan perahunya ke non kader partai bila sang kandidat tidak bisa meyakinkan jumlah pendukung atau kekuatan finansial di belakangnya.

Menurut Syarif, masyarakat kota Tasik itu lautan bahkan samudra Nahdiyin. Walau belum tentu semua orang NU itu bisa digiring ke salah satu paslon. Karena warga Nahdiyin juga bertebaran di berbagai partai dan mungkin di calon lain.

Kecuali kalau ada tokoh tergolong Primus interfares atau tokoh yang punya kelebihan di atas rata-rata dan bisa diterima berbagai kalangan baik NU ,Muhammadiyah, Persis, jamiyatu Wasliyah dan ormas lain baik muslim dan non muslim.

Bila tingkat penerimaannya bagus tentu peluang figur tersebut dapat elektabilitas tinggi cukup terbuka. Hal lain yang perlu jadi perhatian kandidat adalah ketersediaan finansial.

“Maaf ya, masyarakat kita ini banyak yang masih buta politik. Mereka juga tak tahu untuk apa memilih pemimpin sehingga mudah diprovokasi hingga mudah dipengaruhi politik transaksional seperti yang terjadi dalam Pilpres dan Pileg 2024 yang baru selesai digelar,” katanya.

Masyarakat memilih karena karena faktor “supply dan demand”. Artinya Satu pihak punya nilai rupiah yang siap dikucurkan satu pihak punya kebutuhan. “Nah Itulah masyarakat kita , itu budaya kita , itu wajah kita, dan itu nasib demokrasi kita.
Wallohu a”lam,” kata dia.

Akademisi dari STIA Priatim Dr Basuki Rahmat justru mendorong para ulama untuk mengawal kinerja pemerintahan yang berjalan nanti.

“Saya justru berharap para ulama tetap memposisikan diri sebagai garda terdepan dalam menjaga moral umat dalam kapasitas selaku ulama yang eksis memberi arahan dan tuntunan untuk perbaikan,” kata Uki. (Irman S)