Oleh: Prof. Ahmad Rusdiana
TIDAK dapat disangkal bahwa kehidupan di dunia ini seperti melewati sebuah jalan dengan lintasan penuh dengan dinamika dan tantangan. Medan terjal yang harus terus didaki, hingga medan menurun dan mendatar, tak boleh membuat kita terlena.
Sebuah perjalanan menyisakan masa lalu sebagai pengalaman, masa kini sebagai kenyataan, dan masa yang akan datang sebagai harapan. Sehingga dibutuhkan rambu-rambu agar kita senantiasa lancar dan selamat sampai ke tujuan dan ketakwaanlah rambu-rambu yang mampu memandu kita berada pada jalan yang benar dan bekal yang paling baik dalam perjalanan. Islam mengajarkan bahwa “sebaik-baik bekal adalah takwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 197).
Tidak sampai di situ, dalam sebuah perjalanan panjang, juga harus menyempatkan diri berhenti istirahat untuk mengumpulkan kembali semangat dan tenaga guna melanjutkan perjalanan. Begitu juga dalam kehidupan di dunia, sudah semestinya menyediakan waktu untuk melakukan introspeksi, evaluasi, menghitung, sekaligus kontemplasi yang dalam bahwa Arab disebut dengan muhasabah.
Pentingnya muhasabah ini, Sayyidina Umar bin Khattab pernah bertutur: “Hisablah diri (introspeksi) kalian sebelum kalian dihisab, dan berhias dirilah kalian untuk menghadapi penyingkapan yang besar (hisab). Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia.”
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Tirmidzi, Rasulullah bersabda: “Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.”
Sementara dalam Al-Qur’an Allah juga telah mengingatkan pentingnya melakukan introspeksi diri dengan melihat apa yang telah kita lakukan pada masa lalu untuk mengahadapi masa depan. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dari perintah Allah dan Rasul serta nasihat dari para sahabat, kita bisa mengambil beberapa catatan penting tentang manfaat dari introspeksi diri ini. Ada 5 manfaat yang bisa rasakan dari upaya melakukan ‘charging’ (mengecas) semangat hidup melalui muhasabah introspeksi diri ini, antara lain:
Pertama muhasabah sebagai wahana mengoreksi diri. Dengan introspeksi diri, akan mampu melihat kembali perjalanan hidup sekaligus mengoreksi manakah yang paling dominan dari perjalanan selama ini.
Apakah kebaikan atau keburukan, apakah manfaat atau mudharat, atau apakah semakin mendekat atau malah menjauh dari Allah SWT. Perlu disadari bahwa semua yang kita lakukan ini harus dipertanggungjawabkan di sisi Allah.
Kedua muhasabah sebagai upaya memperbaiki diri. Dengan introspeksi diri, kita akan mampu melihat kelebihan dan kekurangan diri yang kemudian harus diperbaiki di masa yang akan datang. Dengan memperbaiki diri, maka kualitas kehidupan akan lebih baik dan waktu yang dilewati juga akan senantiasa penuh dengan manfaat dan maslahat bagi diri dan orang lain.
Ketiga muhasabah sebagai momentum mawas diri. Diibaratkan ketika kita pernah memiliki pengalaman melewati jalan yang penuh lika-liku, maka kita bisa lebih berhati-hati ketika akan melewatinya lagi. Mawas diri akan mampu menyelamatkan kita dari terjerumus ke jurang yang dalam sepanjang jalan.
Keempat muhasabah dapat memperkuat komitmen diri. Setiap orang pasti memiliki kesalahan. Oleh karenanya, introspeksi diri menjadi waktu untuk memperbaiki diri dan berkomitmen untuk tidak mengulangi kembali kesalahan yang telah dilakukan pada masa lalu. Jangan jatuh di lubang yang sama. Buang masa lalu yang negatif, lakukan hal positif hari ini dan hari yang akan datang.
Kelima muhasabah sebagai sarana meningkatkan rasa syukur dan tahu diri. Kita harus sadar sesadar-sadarnya bahwa keberadaan kita sampai dengan saat ini sama sekali tak bisa lepas dari nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan Allah.
Oleh karenanya, introspeksi diri akan membawa kita mengingat nikmat yang tak bisa dihitung satu persatu. Jangan sampai kita menjadi golongan orang-orang yang tak tahu diri dan kufur kepada nikmat Allah.
Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Melalui tulisan ini, mari kita senantiasa melakukan muhasabah/introspeksi diri setiap saat. Terlebih saat berada pada ujung tahun dan akan memasuki tahun baru yang menjadi waktu ideal untuk melakukan introspeksi diri.
Semoga kita senantiasa mendapatkan petunjuk yang terbaik dari Allah dan mampu melihat perjalanan tahun lalu untuk menjalani tahun yang akan datang. Wallahu A’lam Bishowab***
Penulis adalah Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung